Guest Book

Rabu, 27 April 2016

Mengintip Ritual Unik Masyarakat Lereng Gunung Slamet

Warga gunakan kalung dan gelang dari bambu kuning untuk tolak bala.
VIVAnews - Letusan Gunung Slamet sejak sepekan terakhir banyak menyimpan cerita menarik di dalamnya. Khususnya budaya yang masih terus dilestarikan masyarakat lereng gunung tertinggi di Jawa Tengah itu untuk mendapatkan keselamatan dari musibah bencana.

Salah satunya, ritual unik tolak bala atau menolak malapetaka yang dipercaya sebagian masyarakat untuk menangkal musibah meletusnya Gunung Slamet.

Kepercayaan itu terjadi salah satunya di Desa Klakaran, Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

Desa di lerang Gunung Slamet itu berada di radius 13 kilometer dari puncak gunung. Ritual yang dilakukan yaitu mengenakan atribut berupa kalung dan gelang yang terbuat dari bambu kuning.

Sebagian warga percaya aktivitas vulkanik Gunung Slamet terdapat sangkut paut dengan permintaan tumbal 40 nyawa oleh makhluk penghuni gunung. Bahkan, sasarannya, diyakini adalah anak-anak kecil.

"Saat Gunung Slamet meletus, ada unen-unen (perkataan) bahwa penunggu Gunung Slamet meminta tumbal anak-anak. Tapi, ada yang percaya dan ada yang tidak," kata Afni (31), warga Desa Klakaran kepada VIVAnews, Minggu 14 September 2014.

Penggunaan atribut kalung dan gelang dari bambu kuning itu pun kemudian dipercaya sebagian warga akan menyelamatkan anak-anak dari bahaya.
"Banyak warga sini yang menganut kepercayaan tersebut. Dan anak-anak memakai kalung dan gelang setiap hari," ujar Afni.

Sampai-sampai, kabar yang beredar di tengah tingginya aktivitas Gunung Slamet itu membuat warga bergegas membuat kalung dan gelang menggunakan bambu kuning.

"Pohon bambu kuning milik tetangga saya sampai habis digunakan untuk kalung dan gelang oleh warga," beber dia.

Dianggap Hiburan Gratis

Kendati demikian, menurut Afni, keyakinan itu masih belum jelas asal-usulnya. Tidak semua warga di desanya percaya atas mitos itu. Saat ini, tingginya aktivitas Gunung Slamet masih membuat warga desa yang berada di lereng gunung khawatir.

Di sisi lain, sebagian masyarakat pun menganggap bahwa aktivitas gunung saat ini justru menjadi sarana berwisata. Keindahan lava pijar yang dikeluarkan Gunung Slamet saat malam datang membuat kagum banyak orang.

Bahkan, warga berbondong-bondong menyerbu Pos Pengamatan Gunung Api di Desa Gambuhan untuk sekadar berfoto dan menikmati aktivitas gunung lebih dekat.

Sebagian warga sekitar juga memaknai bahwa meletusnya Gunung Slamet adalah tradisi 8 tahunan yang tidak menimbulkan bencana bagi warga sekitar.

"Dari bulan Agustus kemarin banyak yang sering melakukan istighosah bersama, berharap agar diberikan keselamatan oleh Sang Maha Pencipta," ujar Afni yang sehari-harinya bekerja sebagai pengajar Sekolah Dasar itu.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar