Agenda festival dimulai pada 4 Juni 2015 mulai pukul 06.30 – 12.00 berupa prosesi pengambilan air dari Tuk Sikopyah dan kemudian diarak menuju Balai Desa Serang. Tuk Sikopyah merupakan mata air besar di lereng Gunung Slamet yang berada di wilayah Dusun III Desa Serang, Kecamatan Karangreja. Tuk Sikopyah, selain menjadi sumber air kehidupan ribuan warga Purbalingga juga menghidupi warga Kabupaten Pemalang. Kemudian pada Jum’at mulai pukul 09.00 – 16.00 WIB digelar pentas seni budaya local dan pasar rakyat. Disela-sela kegiatan ini juga akan dilakukan penanaman pohon turus gunung sepanjang jalur Sikopyah. Puncak festival pada Sabtu 6 Juni 2015 mulai pukul 09.00 digelar prosesi wayang ruwat tunggal, prosesi pembagian air Sikopyah yang sebelumnya ditempatkan pada Lodong air, kirab budaya dan hasil bumi, serta pada malam harinya digelar pentas seni kontemporer. Puncak festival ini digelar di kawasan rest area LA (Lembah Asri) Desa Wisata Serang.
Ketua Panitia FGS, Tridaya Kartika mengungkapkan, festival yang didukung oleh Pemkab Purbalingga melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, akan mengangkat pariwisata Purbalingga dan potensi desa wisata yang ada di Purbalingga khususnya desa wisata Serang. “Pariwisata Purbalingga sudah diperhitungkan menjadi bagian destinasi wisata di Jateng, sehingga melalui festival ini akan semakin memperkuat bahwa Purbalingga merupakan kota tujuan wisata,” kata Tri Daya Kartika, Jum’at (8/5).
Tri Daya menjelaskan, dalam rangkaian festival digelar prosesi pengambilan air dari Tuk Sikopyah. Prosesi ini akan dikemas apik dan tanpa mengurangi nilai keskaralan dari upacara pengambilan air Sikopyah. “Mata air Sikopyah merupakan mata air terbesar dan tak pernah kering sepanjang waktu. Air Sikopyah diyakini mampu membawa berkah, kesehatan, menjunjung derajat orang yang meminumnya dan konon mampu menjadikan awet muda,” kata Tri Daya Kartika.
Dalam prosesi pengambilan air akan diiringi seni tradisional desa setempat, Seni Gumbeng. Air yang telah diambil dengan Lodong dari bambu, setelah dikirab menuju balai Desa Serang, dan disemayamkan sehari, kemudian akan dibagikan secara simbolis kepada sesepuh desa disekitar Gunung Slamet yang memanfaatkan air Sikopyah. “Daya tarik prosesi pengambilan air Sikopyah ini memiliki nilai jual yang tidak ditemukan di wilayah lain,” kata Tri Daya Kartika.
Kepala Dinbudparpora Purbalingga, Drs Subeno, SE, M.Si mengungkapkan, festival yang baru pertama kali digelar diharapkan akan menjadi ikon kunjungan wisata ke Purbalingga. Agenda ini juga menjadi event wisata di Jateng, dan pada tahun 2016 akan digelar kembali dengan dukungan Pmprov Jateng, seperti pada festibal Serayu yang digelar Pemkab Banyumas dan Dieng Culture Festival yang digelar pemkab Banjarnegara.
Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhaendrianto menyambut baik diadakannya Festival Gunung Slamet ini. Sukento berharap, melalui FGS akan mampu mengangkat Kabupaten Purbalingga sebagai destinasi wisata di Jateng dan juga mengangkat budaya masyarakat di sekitar kaki Gunung Slamet. “Saya berharap, dalam kegiatan festival, seni tradisi dan seni kontemporer yang ditampilkan dikemas secara apik dan menarik sehingga layak jual bagi wisatawan, tidak hanya menjadi tontonan massal saja,” pesannya. (sam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar